Pepper Lunch, Pionir DIY Steak Hotplate yang Tetap Mantap Jiwa!
Tren makanan dan minuman kekinian di Indonesia, khususnya
kota besar, memang cukup banyak. Selain Indomie kekinian yang bertahan cukup
lama, ada juga jus mangga kekinian, kopi susu, cheese tart, cheese cake, dan
belakangan pun, hidangan DIY steak hotplate juga mulai menjamur, seperti G*cha
Goch*, Ac*kadut, dan masih banyak lagi. Namun, dari sekian banyak DIY steak
hotplate tersebut, saya akan membahas mengenai salah satu yang sudah cukup
terkenal dan menjadi pionir: Pepper Lunch! Pepper Lunch telah memiliki banyak
cabang, dan untuk rasanya kurang lebih sama. Saya akan membahas khususnya yang
di Central Park.
Pepper Lunch Central Park terletak di lantai LG, dekat
dengan Fuwa-fuwa dan Sate Khas Senayan. Tempatnya cukup tersembunyi dengan
plang nama yang kecil, membuat kita harus benar-benar memperhatikan saat mencarinya.
Areanya pun tak terlalu besar, hanya satu kios, dengan tempat duduk cukup
banyak.
Untuk memesan menu, kita bisa terlebih dulu menempati
meja-meja yang sudah disediakan, dimana di balik nomor meja terdapat selembar
kertas menu yang dilipat. Atau jika datang sendiri, bisa juga langsung ke kasir
dan memilih menu yang diinginkan. Nantinya, pesanan akan diantar ke meja kita.
Tiap menu memiliki cara penyajiannya tersendiri, jadi ikuti aturan dari
pelayannya saja, ya, kalau mau menyantap menu yang enak dan tidak gosong.
Pelayanan saat itu cukup cepat, hanya 15 menit kami sudah
mendapat pesanan kami, meski suasana cukup ramai. Saat itu, karena sedang ulang
tahun *cough*, maka saya mentraktir teman saya menggunakan voucher hadiah dari Pergikuliner
(thank you, Pergikuliner!), dan sisa yang harus saya bayar sekitar 300 ribu
rupiah. Agak mahal memang dibanding kebanyakan tempat makan dengan menu
sejenis.
Saya saat itu datang berempat dengan teman-teman saya, dan
ini yang kami pesan:
1. Chicken Steak Lodeh
Merupakan salah satu menu limited edition, yaitu Local Flava
series yang diluncurkan sebelum Hari Kemerdekaan beberapa waktu lalu. Berhubung
saya tak suka pedas, maka inilah yang saya pesan: satu-satunya Local Flava yang
tidak pedas.
Tampilan dari menu ini saat hadir di hadapan saya cukup unik:
hotplate dengan irisan daging ayam di atasnya dan juga sayuran seperti jagung
dan buncis, dengan kuah coklat yang siap disiram ke atas hotplate, dan juga
nasi putih dalam mangkuk yang cukup besar dibanding nasi putih pada umumnya.
Cara penyajian untuk menu ini adalah dengan memasak daging dan sayuran hingga
matang lalu disiram kuah coklat selagi masih panas. Karena tidak mau repot,
saya juga menuangkan nasi ke atas hotplate setelah kuah dituangkan.
Rasanya cukup unik. Belum pernah saya makan chicken steak
dengan bumbu s0ayur lodeh. Di luar dugaan, cocok juga sausnya disajikan dengan
daging dan sayuran yang ada. Daging dan sayuran mungkin sengaja dibuat agak
tawar untuk mengimbangi rasa gurih sausnya. Bumbunya lebih pedas dari dugaan
saya, namun tetap masih dapat ditoleransi. Sungguh sebuah menu yang inovatif.
2. Salmon Pepper Rice
Salah satu "menu klasik" Pepper Lunch selain Beef
Pepper Rice dan Chicken Pepper Rice. Nasi ditaburi lada hitam, daun bawang
serta jagung, dengan irisan salmon yang merah menggoda. Klasik, namun tetap
fotogenik. Cara penyajiannya mudah, aduk saja semuanya hingga rata dan matang
namun tidak gosong.
Salmon memang selalu merupakan ikan paling juara di lidah
saya. Potongan salmon yang lembut berpadu dengan bumbu lada hitam dan nasi yang
gurihnya pas. Menu klasik yang mantap, tak lekang oleh waktu, dan relatif menjadi
"comfort food" ketika bingung mau memilih menu apa.
3. Chicken Katsu Curry Rice
Sebagai salah satu restoran yang mengusung tema
"masakan Jepang", menu ini juga salah satu yang wajib coba. Nasi dengan
potongan ayam berbalur tepung yang dilengkapi dengan saus kari. Cara penyajiannya,
siram kuah kari ke atas hotplate dan aduk rata hingga matang tapi tidak gosong.
Rasanya? Sebagai penggemar curry rice, mungkin saya agak
bias, tapi hampir tidak ada curry rice yang tidak enak di lidah saya. Termasuk
menu yang satu ini. Kuah karinya tidak terlalu kental memang, namun tetap gurih
khas kare Jepang. Namun, sayangnya menurut saya tak terlalu spesial, kecuali
penyajiannya yang di atas hotplate. Sisanya, hampir serupa dengan menu ini di
restoran lain.
4. Basil Cream Cheese with Chicken and Mushroom
Menu terenak yang saya coba hari itu. Pasta dengan saus keju
cair namun creamy, dilengkapi dengan potongan ayam dan jamur. Cara penyajiannya,
tuang saus kejunya ke hotplate dan aduk semua sampai rata.
Saus kejunya sangat enak. Sebagai pecinta keju, saya
merasakan saus keju ini tetap terasa kejunya meskipun encer, tapi tidak bikin
eneg. Pun serasi dengan pasta, ayam, dan jamurnya, yang sengaja dibuat agak
tawar supaya mengimbangi gurih sang keju. Ketika diaduk menjadi satu, hmm,
perfect! Rasanya ingin menambah lagi dan lagi.
5. Red Velvet Cake
Karena saya berulang tahun, maka saya mendapat menu ini secara
gratis. Kuenya agak kemanisan menurut saya, namun teksturnya cukup spongey dan
saya suka tekstur yang seperti ini. Krimnya ringan, sepertinya dari whipped
cream kombinasi dengan cream cheese. Lumayan memuaskan, apalagi mengingat ini bukan
toko kue.
6. Ocha
Saat saya memesan, tidak diberi tahu kalau free refill.
Barulah setelah saya akan keluar, diberitahu kalau boleh refill. Teh disajikan
dingin dalam gelas kertas. Terlalu encer menurut saya, namun masih boleh, lah.
Overall, Pepper Lunch memang layak bertahan di tengah
gempuran para pesaingnya. Dengan menu yang variatif dan rasa yang lezat, Pepper
Lunch membuktikan bahwa dia pantas menjadi salah satu pionir dalam DIY steak
hotplate. Meski harganya cukup pricey, namun senanding dengan kualitasnya.